Sultan Hamengku Buwono X Bertemu PKL Malioboro Yogyakarta: Wareg atau Waras

Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan pemerintah daerah tak mungkin memodifikasi kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM dari pemerintah pusat dalam menangani pandemi Covid-19. Terlebih situasi penularan Covid-19 di Yogyakarta belum juga reda.

Dengan begitu, Yogyakarta bersama daerah lain di Pulau Jawa turut menerapkan pembatasan mobilitas yang berdampak pada sektor ekonomi, khususnya pengusaha kecil menengah. “(Kebutuhan) untuk wareg (kenyang, ekonomi tak terganggu) atau waras (sehat) menjadi tantangan sekarang,” kata Sultan saat berdialog dengan pedagang kaki lima atau PKL Malioboro di Kantor Kepatihan Yogyakarta, Rabu 4 Agustus 2021.

Sultan melanjutkan, ada yang beranggapan ekonomi jalan dulu, baru sektor kesehatan. Namun ada juga yang beranggapan kesehatan dulu beres, maka ekonomi mengikuti. “Dari situasi itu, kami berpikir bagaimana keduanya (kesehatan dan ekonomi) bisa berjalan, tapi tidak mungkin bicara keadilan antara waras dan wareg itu. Tetap harus ada yang dulukan,” kata Sultan.

Kendati Yogyakarta memiliki jumlah penduduk yang relatif lebih sedikit ketimbang provinsi lain, Sultan mengatakan, dalam kondisi sekarang urusan waras dan wareg bukan perkara enteng. Jika dipersentasekan, jumlah kasus penularan Covid-19 di Yogyakarta pernah menjadi yang tertinggi di Indonesia.

Untuk mengurangi beban ekonomi, Sultan berpesan kepada pemerintah kabupaten/kota di Yogyakarta sedikit saja melonggarkan pergerakan masyarakat supaya pengusaha kecil bisa beraktivitas. “Misalkan, mungkin tidak dalam satu wilayah itu kalau dua hari jalannya ditutup, kemudian hari berikutnya jalan dibuka agar pelaku usaha kecil bisa berjualan,” kata Sultan.

Sultan juga mmenyarankan para pengusaha kecil menjadi anggota koperasi untuk memudahkan pemerintah menjangkau mereka lewat bantuan sosial. Dia menjelaskan, penanganan bantuan di masa pandemi Covid-19 ini berbeda dengan waktu Yogyakarta dilanda gempa bumi pada 2006 atau erupsi dahsyat Gunung Merapi pada 2010.

Kala itu, pemerintah menyalurkan bantuan langsung ke masyarakat terdampak alias by name by adress. Sementara di masa pandemi Covid-19 ini, semua orang terdampak. Itu sebabnya pemerintah memberikan bantuan lewat koperasi agar segera sampai kepada masyarakat. “Terlalu lama jika penyaluran bantuan by name by addres,” kata Sultan.

Pemerintah DI Yogyakarta telah menyalurkan bantuan lewat koperasi. Rinciannya, untuk koperasi dengan anggota paling sedikit atau kurang dari seratus orang, maka bantuan yang diterima sekitar Rp 25 juta. Sedangkan koperasi dengan jumlah anggota hingga 500 orang, maka bantuan yang diberikan mencapai Rp 250 juta.

Seorang pedagang kaki lima atau PKL Malioboro, Rudiarto dari Koperasi Tri Dharma, mengatakan meski kawasan Malioboro sudah dibuka secara terbatas sejak 26 Juli 2021, kondisi itu tak memberi pemasukan berarti bagi mereka. “Selama dua hari kami para PKL berjualan tanpa pembeli,” katanya.

Rudiarto berharap Pemerintah DI Yogyakarta bisa memberi sedikit kelonggaran dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Dia menyampaikan, misalkan hanya wisatawan yang sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 yang bisa masuk Malioboro. Musababnya, 90 persen pelaku usaha wisata di Malioboro juga sudah disuntik vaksin Covid-19.

#CuciTangan #JagaJarak #PakaiMasker #DiamdiRumah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *